Clicking moves left

Bekerja Keras

Sesampainya Rasulullah saw dan kaum Muhajirin di Madinah, agenda yang Beli [...]

Mendurhakai Anak!

Oleh M. Fauzil AdhimSEORANG laki-laki datang menghadap Umar bin Khaththab radhi [...]

Akhwat Facebook-ers

Suatu hari saat chatting YM, saat aku belum memiliki akun FB..”Ada FB ga?””Ga a [...]

KALIMAT ANDA MENJADI DOA

Ada seorang laki-laki makan makanan dengan tangan kiri di hadapan Rasulullah SA [...]

Pemuda Koma Demi Gaya Rambut

Hati orang tua mana yang tidak hancur melihat anak kesayangannya hanya bisa ter [...]

Clicking moves right
Keluarga
Motivasi

1. Hari ini sebelum kamu mengatakan kata-kata yang tidak baik, Pikirkan tentang seseorang yang tidak dapa [...]

Di dalam sebuah lingkup kerja, mungkin Anda pernah menemukan beberapa karyawan yang sudah bertahun-tahu [...]

Tersenyum adalah suatu tindakan yang paling mudah, paling sederhana, paling murah dan paling menyenangkan di [...]

Ada dua kakak-adik perempuan, satu namanya Puteri (usia 13 tahun, SMP), satu lagi namanya Ais (usia 16 tahun, [...]

Akhirnya masa-masa yang meneganggkan di tubuh Partai Keadilan sejahtera  telah dilewati.  Berbagai [...]

Oase Iman

"Bu, kenapa sih kok bapak kerjanya di pasar, temen-temen Aa bapak nya kerja nya dikantor, katanya enak [...]

Assalamualaikum Wr WbBismillaahirrahmaanirrahiim,Hari ini saya sedang mules diare. Namun karenanya alhamduli [...]

Pernahkah sahabat semua memiliki keinginan? pasti pernah dan bisa dibilang sering punya keinginan. Tetapi s [...]

Tips

Kecelakaan kereta commuter line dengan truk tangki BBM di Bintaro Senin kemarin, yang menewaskan tujuh orang dan puluhan lainnya luka-luka, jadi pelajaran mahal bagi para pengendara kendaraan, terutama yang masih nekat menerobos palang pintu kereta. Agar tidak terjadi kecelakaan yang sama...

Harun Yahya

Salah satu peradaban tertua di dunia adalah Mesir. Penemuan tulis-menulis di sekitar milenium ketiga sebelum masehi, pemanfaata...

Biokimia modern juga memperlihatkan desain rumit dari molekul DNA yang tak terbayangkan sebelumnya. Bentuk dan susunan molekul DN...

Beragam benda tampak berbeda dan memiliki keistimewaan yang berlainan walaupun mengandung atom yang sama. Menurut Anda, apa yang ...

Islam

Seorang sopir bus Muslim di London berhasil menyelamatkan nyawa seorang wanita dalam persalinan. Ia mengantar sang ibu berge...

Kali ini kita akan bercerita tentang seorang laki-laki mulia dan memiliki peranan yang besar dalam sejarah Islam, seorang panglim...

Dalam sejarah, Islam pernah menaklukkan benua Eropa. Siapa sangka salah satu dari Panglima Perang saat itu adalah seorang pemud...

Internet
[ more from label ]
Yuk Pakai WhatsApp di PC Windows Tanpa Emulator
Update Widget Ongkos Kirim JNE, TIKI, dan POS 2014
Yuk Buat Aplikasi Android Sendiri...
Kuliah Jurusan Komputer???
Latest News Updates
Tarbiyah

Tidak sedikit suami muslim yang masih membiarkan istrinya terbuka auratnya. Bahkan, ada pula yang melarang ...

Dakwah Sekolah

Jika timbul ketidakharmonisan atau terjadi percekcokan dalam hubungan antara sesama manusia, maka harus dilak...

Nasib Peneliti Indonesia: Sebenarnya Kita Bisa Jauh Lebih Maju, Tapi…
Sabtu, 07 Juli 2012 Posted by Admin

Pada Rabu, 8 Februari 2012, situs Berita Satu sempat memberitakan Irma Isnafia Arief, peneliti, yang berhasil menemukan bakteri yang berasal dari daging sapi lokal dengan kemampuan untuk mengawetkan olahan daging. Penemuan ini merupakan penemuan pertama di dunia. Hebatnya, si peneliti asli orang Indonesia.

Kompasianers, saya tidak akan membahas mengenai Irma, tetapi ingin mengambil sudut pandang lain tentang kehebatan ilmuwan Indonesia. Irma bukanlah seorang Indonesia yang baru berhasil melakukan temuan menakjubkan di luar negeri. Ada banyak Irma-Irma lain asli Indonesia yang sudah menemukan penemuan yang luar biasa.

Sejak dahulu dan sampai kini perhatian Indonesia terhadap ilmuwan dan peneliti memang minim. Mereka seolah dianak tirikan. Selain gaji kecil, fasilitas penelitian sangat terbatas. Lebih dari itu, para peneliti sangat sulit mendapatkan hak paten atas penemuan mereka. Tak heran, untuk penelitian tesebut, Irma harus menunggu negara lain untuk membantu.

“Ada penerbit di Jerman yang ingin siarkan penemuan saya dengan hanya mengirim laporan penelitian ini kemudian dibayar dengan sistem royalti,” kata Irma menambahkan jika telah diterbitkan dan dikenal masyarakat dunia maka akan menaikkan nama Indonesia sebagaimana saya kutip dari situs Berita Satu (Rabu/08/02/2012). “Kami perkirakan kalau ada dananya kami bisa selesaikan dalam jangka waktu satu tahun dan akan bisa daftar paten,” harap Irma yang menambahkan Universitas Osaka di Jepang telah mengajak kerja sama pelanjutan penelitian tersebut.

Pada 24 Oktober 2011, Kompas pernah menjadikan headline masalah perhatian pemerintah Indonesia pada para peneliti. Dalam dua artikelnya, yakni Ilmuwan Indonesia Diincar dan Negeri Ini Tak Nyaman Lagi bagi Peneliti, Kompas menulis, bahwa sejumlah peneliti lebih suka melancong ke luar negeri untuk melakukan penelitian berdasarkan latar belakang keilmuan mereka.

Bagi mereka, luar negeri merupakan surga bagi peneliti. Apalagi mereka menawarkan gaji yang cukup besar. Malaysia, misalnya. Negara tetangga RI ini menawarkan gaji total (take home pay) 5.000 dollar AS atau sekitar Rp 45 juta per bulan. Bayangkan, nilai tersebut ibarat bumi dengan langit yang diterima peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Wakil Kepala Lembaga LIPI, Endang Sukarna mengatakan, gaji plus tunjangan yang diterima seorang Profesor riset LIPI sekitar Rp 5 juta per bulan (Kompas, 24/10/2011).

Jika Malaysia menawarkan Rp 45 juta per bulan, Amerika Serikat menjanjikan gaji sekitar Rp 90 juta per bulan. Di negeri bunga Sakura Jepang, gaji yang ditawarkan ke peneliti lebih dahsyat lagi, yakni Rp 600 juta per bulan. Itulah kenapa akhirnya Jepang menjadi raksasa ekonomi dunia, yakni dengan ‘memanjakan’ peneliti untuk menemukan penemuan-penemuan baru dalam rangka mencetak produk yang akan menguasai dunia.

Kompasianers, sebetulnya Indonesia bisa jauh lebih maju dari negara tetangga. Bukan omong kosong, ketika negara-negara tetangga masih terlibat konflik, Indonesia sudah menyelengarakan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) pada 1969. Sayangnya, lomba ini sekadar lomba. Tidak ada tindak lanjut setelah LKIR. Selain itu, pemerintah tidak memiliki disain besar untuk menjadikan para peneliti muda sebagai ujung tombak dalam pembangunan perekonomian negara. Tak heran, budget untuk penelitian minim, fasilitas minim, pun gaji peneliti minim. Semua serba minim.

Kini, yang terjadi, para peneliti lebih suka migrasi ke negeri lain. Apakah mereka salah? Jangan melihat dari perspektif nasionalisme. Sebab, mereka tentu punya alasan dan sebagian dari kita tahu dengan jelas alasan para peneliti itu tinggal di luar negeri. Jangan heran, jika ada peneliti Indonesia yang menjadi Profesor di Chiba University Jepang atau Profesor di Cornell University, Amerika Serikat. Tak perlu takjub, ada orang Indonesia asli yang jadi Astronom di Jepang dan Profesor Ilmu Komputer di Universitas Utrecht, Belanda.

“Seharusnya profesi peneliti menjadi salah satu penentu kemajuan suatu bangsa,” ujar Prof Dr. Wahyudin Latunreng, Ketua Dewan Juri LPIR 2011.
sumber: www.kompasiana.com

Admin

Thanks for your visit..!

Tidak ada komentar:

Leave a Reply