Ucapan Insya Alloh
Juha keluar ke pasar untuk membeli himar, lalu seorang teman menemuinya, seraya bertanya: �Hendak ke mana engkau?� Jawab Juha: �Mau ke pasar untuk membeli himar.� Sambung temannya: �Ucapkanlah �insya Allah� (jika Allah menghendaki).� Sahut Juha: �Bukan di sini tempatnya, karena dirham sudah ada di kantongku, dan himar sudah jelas ada di pasar.� Namun ketika dia tengah berada di pasar, ternyata uangnya dicuri orang. Maka dia pun pulang dengan sangat kecewa. �Hai Juha, mana himarnya?� tanya sang teman. Jawab Juha: �Dirhamku dicuri orang, insya Allah��
Selain mengandung unsur humoris, narasi yang termaktub dalam kitab Mi�atu Qishshah wa Qishshah karya M. Amin al-Jundi ini juga memberi wejangan pada kita agar waspada dan berlaku rendah hati dalam menyikapi hal-hal yang belum terjadi. Mereka yang ingin merealisasikan sebuah karya atau cita-cita�baik besar maupun kecil, jangan terbuai dengan kemampuan riil yang tampak di hadapannya, tapi kembalikanlah kepada masyi�ah (kehendak) Allah. Karena sering terjadi, analisa dan prediksi hebat dari para pakar dan pengamat handal pun harus takluk pada kenyataan objektif yang memang harus terjadi, dan tidak bisa dipungkiri.
Karena itu, ucapan �insya Allah� dalam menyikapi hal-hal yang akan atau belum terjadi seyogianya tak hanya menjadi tradisi lisan belaka, tapi juga merupakan adab yang lahir dari kesadaran ideologis dan teologis yang mendalam dari pengucapnya. Sehingga ekspresi �insya Allah� yang terlontar dari mulutnya sekaligus menjadi cermin dari kerendahhatiannya di hadapan Allah.
Tahukah kita bahwa Sulaeman bin Daud harus menerima kenyataan pahit lantaran tidak mengucapkan �insya Allah� ini�seperti yang dituturkan Rasulullah: �Sulaeman bin Daud alaihimassalam berkata, �Saya akan berkeliling (menggilir) 70 istriku dalam semalam, di mana dari setiap istri itu akan lahir seorang anak yang berperang di jalan Allah. Lalu dikatakan kepadanya: Ucapkanlah �Insya Allah�, namun ia tidak mengucapkannya. Maka ia pun menggilir 70 istrinya, dan tidak seorang pun dari mereka yang melahirkan anak kecuali seorang istrinya yang melahirkan �setengah orang� (maksudnya: yang kurang sempurna penciptaannya).
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: �Demi Dzat Yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya ia (Sulaiman) berkata �insya Allah�, niscaya ia tidak berdosa dan terpenuhi hajatnya� (HR. Shahihain).
Nabi kita sendiri pernah mengalami hal senada� meleset dari apa yang beliau duga, sehingga menjadi pelajaran berharga buat kita umatnya. Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa ketika Nabi ditanya tentang kisah Ashhabul Kahfi (penghuni goa), beliau menjawab, �Besok, aku akan menjawab (pertanyaan) kalian� tanpa mengaitkannya dengan masyi�ah ilahiyah (tidak mengucapkan �insya Allah�). Dan ternyata wahyu terlambat datang sampai lima belas hari, sehingga beliau tidak bisa memberikan jawaban seperti yang sudah dijanjikan.
Peristiwa inilah yang melatarbelakangi turunnya ayat: �Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: �Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut) �insya Allah�� (al-Kahfi: 23-24).
Wallahu A�lam.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/05/01/32418/ekspresi-insya-allah/#ixzz2S6EbFk5E
Tidak ada komentar: